Sabtu, 12 Juni 2021

Q & A : Bagaimana rasanya menjadi single parent?

Rasanya? Suatu situasi yang tidak mudah, tetapi juga tidak sulit jika kita selalu bisa bersyukur apapun keadaannya. 😁

Saya sesorang lelaki dengan umur kepala 3, pernah menikah, dan memiliki 1 anak perempuan yang sekarang berumur 6 tahun di 2021 ini. 


Being a single parent is not always easy I know, but seeing the smile of our child makes everything easier.. Inilah kami. 😋 

Tidak pernah terbayangkan dalam hidup, ya tapi kini menjadi sebuah realita. Mengasuh serta mendidik anak dengan status single parent, menjadikan saya harus bisa mengerahkan segala potensi sebagai seorang ayah. Awal-awal setelah perpisahan dengan mantan istri, adalah fase dimana bagi saya adalah titik terendah dalam hidup saat itu. Harta benda yang masih bisa saya andalkan adalah sepeda motor sebagai alat bantu untuk menambah pemasukan sebagai ojek online. Disamping saat itu saya hanya sebagai Guru tingkat SMP dengan gaji yang amat minim saat itu.

Menjadi single parent membuat saya mulai banyak membaca buku & artikel2 tentang pengasuhan anak. Karena saya sadar, saya adalah laki-laki yang memiliki banyak keterbatasan dalam dimensi ngasuh bocah dibandingkan perempuan.

Menjadi single parent menjadikan saya bener-bener memanfaatkan istilah "kaki buat kepala - kepala buat kaki" dalam mencari rezeki yang halal. Agar kelak rezeki yang saya terima, bisa menjadi berkah atas apa apa nantinya makanan yang masuk kedalam tubuh putri saya.

Menjadi single parent membuat saya bener-bener harus bisa, mau enggak mau, kudu dan harus bisa mengendalikan rasa ego saya sebagai laki-laki. Memerankan 2 karakter dalam 1 waktu. Memerankan sosok Ayah sekaligus sebagai seorang ibu. Kadang harus tegas menerapkan disiplin pada anak, kadang juga harus bisa lemah lembut dalam memberikan penjelasan sederhana tentang hal-hal yang sering ditanyakan anak. Terutama jika anakmu tipe anak ceriwis dan cerdas, segala hal ia ingin tau, segala sesuatu kita harus bisa memberikan pengertian dengan bahasa simpel agar mudah dipahami olehnya.

Menjadi single parent mengharuskan saya wajib standby berada di dekatnya. Terutama saat libur kerja, atau sedang libur panjang (saya sekarang bekerja sebagai staff di sebuah sekolahan swasta yang cukup elit jika dilihat dari namanya). Namanya punya anak perempuan, otomatis semua mainannya pasti bernuansa girly. Saya harus siap menemaninya main boneka-bonekaan 😂, saya kudu mau jadi bahan eksperimen iket-iket gaya rambut, saya harus pasrah bin ikhlas main dokter-dokteran dengan gaya menjadi seorang ibu yang gendong bawa-bawa boneka sebagai anak saya yang sedang sakit 😂.

"Ayah gak boleh protes ya! Pokoknya ayah nurut sama Afifa! Kalo ayah nakal ntar afifa cubit nih!" begitu celotehnya kalo saya protes.

Menjadi duda 1 anak kadang menjadi kendala tersendiri bagi saya ketika mulai pelan-pelan membuka hati (ciyeeee) untuk perempuan lain. Beberapa kali dekat dengan perempuan lajang, dan saya bilang saya duda anak 1, terkadang terlihat jelas dari raut wajah mereka yang berubah. "Duhh, ternyata yang deketin gue, dia duda 1 anak", mungkin seperti itu dalam hati mereka. 😂

Belum lagi teringat stigma di masyarakat kita ini kalo bisa cari jodoh nantinya jangan sama duda/janda yang cerai hidup. Karena nanti bakal ada embel-embel dibelakangnya. Bakal ada drama ini-itu. Duhh!!

Entahlah.. Bagi saya pribadi sebenernya itu bukan alasan logis, tapi memang saya pun tidak bisa menyalahkan stigma seperti itu. Setiap orang tua pasti menginginkan anak lajangnya bisa hidup bahagia bersama pasangan mereka yang lajang juga. Yah, pemikiran kayak gitu gak salah juga sih. Setiap orang punya pilihan untuk bisa hidup bahagia dengan standar mereka masing-masing.

Bagi saya sekarang adalah, berusaha menjadi seorang ayah terbaik bagi putri saya. Walaupun masih banyak hal yang harus saya pelajari tentang pengasuhan anak. Saya harus selalu bisa tetap bersyukur, masih diberi kesehatan, pekerjaan tetap, masih bisa nabung2 untuk pendidikan anak, masih bisa sedekah dikit-dikit, masih bisa ngasih orang tua, masih bisa menjalani hidup untuk bisa melihat senyum dan tawa dari si kecil.

Sepenggal doa yang selalu saya panjatkan di setiap kesempatan untuk kebahagian putri saya :

Tuhanku..

Bentuklah puteriku menjadi manusia yang cukup kuat untuk mengetahui kelemahannya. Dan, berani menghadapi dirinya sendiri saat dalam ketakutan. Manusia yang tegar dan tabah dalam kekalahan. Tetap jujur dan rendah hati dalam kemenangan.

Bentuklah puteriku menjadi manusia yang berhasrat mewujudkan cita-citanya dan tidak hanya tenggelam dalam angan-angannya saja. Seorang puteri yang sadar bahwa, mengenal Engkau dan dirinya sendiri adalah landasan segala ilmu pengetahuan.

Tuhanku..

Aku mohon, janganlah pimpin puteriku di jalan yang mudah dan lunak. Namun, tuntunlah dia di jalan yang penuh hambatan dan godaan, kesulitan dan tantangan. Biarkan puteriku belajar untuk tetap berdiri di tengah badai dan senantiasa belajar untuk mengasihi mereka yang tidak berdaya.

Ajarilah dia berhati tulus dan bercita-cita tinggi, sanggup memimpin dirinya sendiri, sebelum mempunyai kesempatan untuk memimpin orang lain. Manusia yang sanggup menggapai masa depan namun tak pernah melupakan masa lampau.

Dan, setelah semua menjadi miliknya, berikan dia cukup rasa humor, sehingga ia dapat bersikap sungguh-sungguh namun tetap mampu menikmati hidupnya.

Tuhanku..

Berilah ia kerendahan hati sehingga ia akan mengingat Kesederhanaan dari keagungan sejati. Keterbukaan pikiran dari kearifan sejati. Dan kelemahan dari kekuatan sejati.

Dan, pada akhirnya bila semua itu terwujud, Hamba, sebagai ayahnya, dengan berani berkata “hidupku tidaklah sia-sia”


Foto berdua waktu Lebaran Idul Fitri kemaren 😁

~SA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar