Jumat, 10 Agustus 2012

[Kuangkat dari kisah nyata] Bagus, teman dan sahabatku. Kesederhanaan dan ketulusan cintanya.

Bogor, Agustus 2012.
Bagus, yup! itulah namanya. Sosok salah satu temen gue yang biasa aja. Biasa gue isengin, biasa gue jailin, biasa gue cengin (kadang-kadang klo gilanya dia kumat gantian dia yang cengin gue abis-abisan, kampret emang lu, gus! haha..) dan masih banyak hal biasa yang suka kita berdua lakuin sebagai seorang cowok perjaka tulen tapi sayangnya jomblo (sumpah! gue nulis kata terakhir itu sambil nangis bombay! hahaha..) ok setya, cukup! itu berlebihan! :p

Bagus, meskipun namanya begitu, tapi nasibnya tidak sebagus namanya. Bagus adalah seorang anak yang berasal dari keluarga sederhana. Orang tuanya sendiri sebenarnya tergolong cukup mampu walau untuk ukuran desa (temen gue ini asalnya dari Cianjur, Jawa Barat). Ketika orang tuanya muai sakit-sakitan, dia diwarisi sawah yang luas dan sebuah kios penjualan pupuk padi. Maklum di desanya onoh, dia punya satu kakak yang mengasuhnya yang udah berkeluarga. Kakaknnya adalah seorang pedagang di pasar. Hingga cara mendidiknya pun keras, untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Semasa SD dimana anak-anak suka bermain-main, Bagus menghabiskan waktu mengurus sawah dan mejaga kiosnya. Karena tidak bergaul itulah Bagus selalu menjadi "looser" diantara temen-temen yang lain. Bagus mendapat ceng-cengan "letoy-boy" karena pernah mau pingsan ketika ikut latihan pencak silat bersama teman-teman lainnya. 

Ketika SMU, Bagus pun cuman mampu bersekolah di SMU swasta yang biasa saja. Dan kuliah pun Bagus masuk Perguruan Swasta yang biasa aja di Bogor. Maklum, Bagus orangnya gak terlalu pinter. Karena selalu bergaul dengan orang-orang yang lebih dewasa, seleranya pun jadi aneh. Ketika waktu itu motor Suzuki Satria 2-tak adalah motor favorit, Bagus malah senang dengan motor tua. Waktu berlalu, Bagus pun berhasil lulus Kuliah walau dengan susah payah. Disaat itulah gue sering main bersama Bagus.

Sebagaimana layaknya cowok normal pada umumnya, Bagus juga mengalami apa yang dinamakan jatuh cinta. Dia jatuh cinta dengan seorang mahasiswi AkPer Bogor, namanya Rini. Rini ini orangnya putih dan cantik sekali. Sedangkan Bagus tampangnya sangat pas-pasan. Selain bertampang pas-pasan cara berdandan, membawa dirinya pun sedikit berbeda (kalo gak mau dibilang aneh). Dia suka memakai jaket kulit rumbai-rumbai bergaya ala bikers. Klo buat gue gaya bikers belum terlalu lazim untuk anak muda. Rini sendiri sebenarnya juga tidak mengenal Bagus pada awalnya. Bagus mengenal Rini ketika bertemu di RS. PMI Bogor tempat Rini praktek. Perkenalan itu membuat Bagus gak bisa tidur dan selalu ngelamun. Sedangkan Rini tentu aja gak terlalu perduli sama Bagus, maklum Rini udah punya cowok dikota asalnya, Bandung. Dengan berbagai cara, Bagus akhirnya menemukan alamat kost Rini. Dan mulailah Bagus dengan sebuah kegiatan baru yang namanya ngapel. Hehe..

Acara ngapel pertama jelas sangat canggung, maklum Rini udah lupa sama Bagus. Bagus berpura-pura menanyakan obat dengan alasan karena dia kurang sehat, karena nggak mau ke rumah sakit. Pembicaraan jelas aja terbatas. Karena Rini sangat asing dengan tamu anehnya malam itu. Sempat Bagus melihat foto pacar Rini ketika dengan pura-pura Rini membuka dompetnya. Rini sengaja melakukan itu untuk memberi batasan kepada Bagus.

Acara ngapel kedua dilakukan Bagus dengan lebih semangat. Meski dia tahu Rini udah mempunyai pacar, Bagus menganggap foto di dompet Rini adalah gambar Tukul aja saja. (Haha.. Bagus.. Bagus..) meski ganteng, tapi kan jauh di Bandung. Suatu saat dia bilang sama gue, dia semangat karena kenyataan Rini malem minggu selalu di tempat kost-annya. Paling tidak kalau Bagus pergi malem minggu, kalau ditanya, Bagus bisa dengan bangga menjawab, "Ngapel cuy!.." Perasaan di dada Bagus makin menggebu, wajah Rini yang selalu membayangi membuatnya ingin segera mengutarakan perasaannya. Akhirnya malam itu, Bagus datang dengan motor tuanya, dengan dandanan biker, dan rambut dikuncir, mengapeli Rini di kostnya. Setelah berbincang cukup, basa-basi cukup, Bagus mulai mencurahkan perasaannya.

"Rini, tentunya kamu tau kenapa aku sering kesini malem minggu.." kata Bagus.
"Apa...?" Rini benar benar nggak tau.
"Begini Rin, Aku suka sama kamu. Aku sayang ma kamu" Bagus dengan terbata mengutarakan cintanya. 

Mendengar ungkapan cinta Bagus itu, Rini meludah. Perasaan Bagus tentu saja seperti disengat knalpot motor yang panasnya naujubilah dah!, namun dia menahannya. Dengan menahan emosi Rini berucap, "Gus, Kamu kan tau aku udah punya cowok, dan yang kedua aku memang enggak pernah suka sama kamu!!" 

Bagus terdiam. Hatinya remuk diperlakukan kaya gitu. Ekspresi meludah yang dilakukan seorang Rini sangatlah melukai perasaannya. Tapi hebatnya Bagus, dia malah nyengir dan bilang, "Aku gak heran, Rin. Cewek yang mukanya lebih jelek dari kamu saja selalu menolakku.." katanya. Tentu saja Rini tambah emosi dan jijik.

Acara ngapel kedua Bagus hancur berantakan, seberantakan perasaan Bagus yang hancur lebur. Seminggu dalam linglung di lalui Bagus klo gue nyamperin dia di kostannya Bagus. Akhirnya malem minggu ketiga datang juga. Bagus bimbang untuk datang ke kost Rini atau tidak malam itu. Tentunya peristiwa minggu lalu masih menyisakan sakit hati. Setelah berpikir, akhirnya diputuskan buat tetep datang ke kost-an Rini. Ketika sampai di kost Rini, teman kost Rini bilang, Rini sedang pergi dengan pacarnya yang baru datang dari Bandung. Hati Bagus kembali remuk. Pulanglah dia dengan galau. 

Minggu berikutnya Bagus tetap ngotot datang ke kost-an Rini. Dengan alasan yang sama, teman kost Rini menyampaikan alasan Rini gak ada di tempat. Peristiwa itu terjadi berulang-ulang sampai sebulan lebih. Pada akhirnya Bagus menyadari, bahwa Rini hanyalah berusaha menghindar darinya. Bahwa pacarnya sebenarnya gak pernah dateng. Bagi banyak cowok, peristiwa seperti itu pastilah membuat semangatnya loyo. Ketika menemui penolakan yang kaya gitu berulang-ulang, pasti langsung kendor, atau marah, dan bakal ngomong, "emang cewek cuman loe doang! Cuih!!.." mungkin begitu. Namun berbeda dengan Bagus. 

Apel "sepihak" yang dilakukan Bagus, sudah menjadi sebuah kebiasaan, seperti halnya rutinitasnya dia kuliah. Kali ini dengan sedikit strategi, Bagus berusaha ngapel lagi. Bagus merubah jadwal datangnya. Dia datang lebih awal pada malam minggu itu. Karena berbeda dengan biasanya, Rini gak bisa mengelak. Mau gak mau dia harus menemui Bagus. Pertemuan malam itu sangatlah kikuk. Rini hanya cemberut saja, sedang Bagus berusaha mengajak berbicara tapi topiknya sangat basi. Maklum Bagus tidaklah pintar dalam hal merayu. Setelah bermenit-menit mati gaya, Bagus pun pulang. Hatinya sedikit senang karena akhirnya bisa bertemu Rini. Sedangkan Rini tentu aja makin jengkel. 

Minggu selanjutnya Bagus tetap ngapel, Rini masih canggung dan malas-malasan. Sampai suatu saat gak tau di minggu yang keberapa Rini mulai bisa ngobrol dengan Bagus. Mungkin hari itu mood Rini lagi bagus. 

"Gus, kamu ini ngapain sih kesini terus? Bukannya udah jelas-jelas aku nolak cintamu?" Kata Rini berterus terang. Bagus bingung mau ngejawab apa. 

Akhirnya dengan polos Bagus ngejawab, "Rin, kamu kan tau kalau aku suka sama kamu. Kalau aku kesini ya karena aku kangen sama kamu. Masalah kamu gak suka sama aku, itu hakmu. Kalau kamu gak suka aku kesini ya tinggal bilang aja, aku pasti pergi kok.. " jawab Bagus. 
"Tapi nyatanya kamu datang terus, biarpun aku menghindar.." Kata Rini.
"Habisnya aku kangen terus sih.." Kata Bagus. 

Entah kenapa Rini saat itu tertawa, dia memandang Bagus bukan lagi seorang asing yang perlu dihindari. Rini menyadari Bagus bukanlah orang yang membahayakan dirinya atau egonya.

Sejak peristiwa itu, Rini bisa bersikap biasa sama Bagus. Terkadang Rini terkesan memanfaatkan Bagus. Bagus yang selalu available, Bagus yang bisa jadi teman curhatnya ketika jengkel dengan pacarnya, Bagus yang bisa dia suruh-suruh buat kepentingan pribadinya. Rini merasa batas antara dia dan Bagus sangat jelas, bahwa dia nggak suka dengan Bagus, biarpun Bagus suka dengan dia. Rini cukup nyaman dengan itu. Kedekatannya dengan Bagus ternyata udah bikin si Rini jadi sebuah ketergantungan. Rini terkadang gak bisa apa-apa kalau Bagus gak ada. Rini terlalu mengandalkan Bagus, karena memang Bagus selalu available dan bisa diandalkan untuk Rini. 

Sampai suatu saat....

Malam itu Bagus habis nganterin Rini dari tempat temannya dan berbelanja di Botani Square Bogor. Tiba-tiba motor tua yang dikendarai Bagus dan Rini berhenti diatas sebuah jembatan layang (kayaknya gue kenal tempat ini nih bro.. Hehe..) Rini sedikit kaget. Dia bertanya,
"Ada apa Gus? Motormu mogok lagi?" tanya Rini.
"Rin, aku mau ngomong sesuatu sama kamu.. " Kata Bagus.
"Kenapa, dijailin ma si setya lagi?" Rini meledek Bagus.
"Begini, aku pingin kamu dengerin aku.." Bagus sedikit gugup.
"....." Rini sedikit risau.
"Aku mau bilang sesuatu untuk terakhir kali. Klo kamu tahu apa yang aku rasakan selama ini, aku ini sangat capek memendam ini semua. Ketika aku harus mendengarkan keluhanmu tentang pacarmu, ketika aku harus nganterin kamu untuk bertemu pacarmu, ketika aku harus membelikan oleh-oleh buat pacarmu, sebenarnya hatiku sangat sedih. Setebal-tebalnya muka aku, aku masih punya perasaan. Aku gak bisa lagi melakukan ini semua dengan beban seperti ini. Aku mau bilang sekali lagi sama kamu, kalau aku sayang sama kamu. Aku pingin kamu jadi pacar aku. Tapi klo kamu gak bersedia, gak apa-apa kok. Mungkin udah jadi rejeki aku. Aku nggak akan ngeganggu kamu lagi selamanya..." Kata Bagus dengan nada sangat rendah. 

Mendengar perkataan Bagus, seketika Rini menangis. Dia gak bisa berkata-kata apapun. Dia minta waktu beberapa hari. Bagus pun kemudian mengiyakan.
 
Setelah beberapa hari, Bagus diminta ketemuan sama Rini. Kali ini sore hari sehabis kuliah Rini. Di sebuah meja warung makan, Rini bercerita bahwa dia baru aja mutusin hubungannya sama pacarnya. Ternyata mereka jarang banget ketemu. Ternyata Rini menyadari bahwa selama ini apa yang dia butuhkan dari seorang kekasih ada pada diri Bagus. Ternyata dia menyadari telah berbuat sewenang-wenang terhadap Bagus. 

Dan mulai detik itu, menit itu, jam itu, hari itu juga, Bagus udah punya seorang kekasih yang sangat cantik. Bahkan tercantik dintara cewek-cewek yang suka kami gangguin di kampus. 

Bro, selamat ya. Semua jerih payah dan perjuangan elu dijawab ma Allah SWT. Gue tau, elu punya niat baik sama dia. Elu gak mau cuman sekedar pacaran, seneng-seneng gak jelas kya cowok-cowok brengsek diluar sana. Dari elu gue belajar banyak. Gue bener-bener belajar banyak dari seorang temen gue bernama Bagus. Seorang yang sederhana, bersahaja, dan sabar. Gue salut buat elu.

Belum lama ini si Bagus ngelamar Rini, dana mereka nikah.. Subhanallah, Tuhan Maha Adil.

Ini foto mempelai wanitanya.. Cantik. She's like an angel.. :)


NB for Bagus : Sorry bro, foto elu gak gue pajang, takut komputer gue nge-hang.. hahahaha.. :p piss!

Terima kasih udah mau mampir dan membaca. Semoga cerita ini menginspirasi siapa pun yang membacanya. Termasuk gue pribadi. :)

Rabu, 08 Agustus 2012

Fenomena Ustadz Seleb/Ustadz Komersil

Fenomena Ustadz Seleb/Da'i Komersil, menggunakan mahalnya tarif, yang membuktikan bahwa segala sesuatu yang jauh dari Sunnah (alias Bid’ah) maka mahal harganya. Meraup uang berkedok agama, persis kayak jaman Nabi Isa dulu, pemuka-pemuka agama saat itu memanfaatkan bait Allah YME sebagai tempat meraup uang. Lihat dakwah Nabi Muhammad SAW. Apakah pernah beliau memasang tarif? Da'wah adalah kewajiban, sebagaimana kewajiban shalat, puasa ramadhan, dll.. Bukan untuk mengeruk keuntungan! Nauzubillah. Wallahu a’lam. #Renungkan bukan di debat.

12 Perbedaan Ustadz Yang Artis dan Ustadz Beneran :
1. Artis butuh manager, tapi ustadz butuh perpustakaan.
2. Artis lewat manager minta bayaran tinggi dan pakai tarif, tapi ustadz lebih sering dibayar dengan ucapan “syukran”.
3. Artis tampil sesuai selera dan permintaan pasar, tapi ustadz menyampaikan risalah langit.
4. Artis tidak belajar ilmu agama, tapi ustadz wajib nyantri dan kuliah bertahun-tahun.
5. Artis haus popularitas, tapi ustadz haus ilmu dan hidayah.
6. Artis hidup akrab dengan dusta, gosip dan kepalsuan, ustadz akrab dengan kewaraan, kesederhaan dan kerendahan hati.
7. Artis mengumpulkan penonton yang membeludak, ustadz mendidik dan melahirkan calon ulama.
8. Artis butuh yel-yel, kostum, joget, nyanyi dan akting, ustadz mengajar lewat hati.
9. Artis ceramah biar orang tertawa menangis dan menghibur, ustadz mengajarkan ilmu agar Allah turunkan hidayah.
10. Artis butuh media, TV dan wartawan khususnya infoteinmen, tapi ustadz butuh majelis ilmu, kitab dan perpustakaan.
11. Artis sering jadi bintang iklan, tapi ustadz lebih suka bicara kebenaran.
12. Artis dikerumuni sesama artis dan fans, sementara ustadz dikerumuni orang-orang yang ingin mengaji dan mensucikan diri.

(Sumber: http://www.fimadani.com/ahmad-sarwat...per-15-menit/)
(Sumber: http://aslibumiayu.wordpress.com/2012/08/08/mau-tahu-tarif-ustadz-ustadz-seleb/)

Jumat, 03 Agustus 2012

Sekedar Titik Dua Tutup Kurung

Pernahkah kamu mengenal seseorang yang punya pengaruh besar terhadap dirimu, bahkan terlalu besar? Aku, pernah. Seseorang seperti itu adalah seseorang yang istimewa.

Seseorang yang istimewa bisa menjungkir-balikkan mood-mu dalam sekejap. Yup! Seperti saat kamu menjentik-kan jarimu! Seperti itu!